Merenungi kebahagiaan sejati

MERENUNGI KEBAHAGIAAN SEJATI[1]

Oleh:

Voltaire Talo[2]

Happiness_Quote_by_cho_oka
sumber gambar di sini

Tujuan dari hidup manusia adalah mencapai apa yang disebut dengan kebahagiaan. Kebahagiaan merupakan suatu konsep yang abstrak namun bukanlah suatu hal yang mustahil untuk dicapai. Banyak cara yang bisa digunakan manusia untuk bahagia. Cara-cara ini meskipun menurut ukuran pribadi masing-masing namun diharapkan dapat membawa manusia dalam mencapai kebahagiaannya. Namun dalam menggunakan cara-cara tersebut bukan berarti manusia bebas dari masalah. Permasalahan manusia modern pada abad ini adalah mereka menganggap bahwa kebahagiaan hanya berkaitan dengan persoalan tidak atau terpuasnya nafsu. Terpuasnya nafsu material, terpuasnya nafsu seksual bahkan terpuasnya nafsu intelektual (dalam hal ini menjadi sarjana) adalah akhir dari pemenuhan terhadap kebahagiaan. Sebaliknya, jika mereka menemukan bahwa kebutuhan material mereka tidak terpenuhi, nafsu seksual tidak terpuaskan, dan tidak menjadi sarjana tepat waktu maka itulah indikator dari ketidakbahagiaan.

Proses pencarian dan pemaknaan hidup secara sadar akan membawa manusia mencapai kebahagiaan. Namun dalam proses tersebut manusia akan mengalami jatuh-bangun yang luar biasa, mengalami rasa sakit dan putus asa. Proses jatuh bangun inilah yang harus dilalui manusia tersebut. Dalam proses pemaknaan dan jatuh-bangun ini manusia diharapkan menemukan keunikan dari dirinya, secara sadar mengetahui siapa dirinya, dan apa tujuan hidupnya secara pribadi yang dapat membuatnya bahagia.  Manusia tidak lagi berfokus pada terpuasnya nafsu-nafsu material dan seksual tapi lebih pada pengetahuan tentang dirinya.  Hal inilah yang menurut saya adalah kebahagiaan. Mengetahui diri sendiri berarti mengetahui rahasia menjadi bahagia karena bagaimana kita bisa mencapai suatu titik kebahagiaan kalau kita tidak mengenal diri sendiri?

Individuasi

Individuasi adalah konsep dari seorang psikolog sekaligus filsuf yang bernama Carl Gustav Jung. Individuasi merupakan jalan unik yang harus ditempuh oleh setiap orang agar dapat mewujudkan kebahagiaan dan mengembangkan kepribadiannya yang asli. Proses yang unik dalam menjadi diri sendiri selalu disertai rasa sakit dan beban psikis sebab dalam permulaan proses ini, manusia merasa sunyi, kesepian dan terpisah dari orang lain. Hal ini mungkin terlihat tragis namun untuk menjadi pribadi yang khas dan bahagia manusia harus menyadari bahwa dia berbeda dengan sekelompok massa. Namun proses individuasi ini bukan merupakan suatu proses menuju individualistis, menjadi manusia yang egois dan sombong. Proses ini adalah proses penyadaran terhadap keunikan dan potensi diri yang dimiliki, pemikiran-pemikiran orisinil dan kreatif yang ada dalam diri kita. Individuasi merupakan langkah awal untuk mengenal diri sendiri dan menjadi bahagia.

Kini dan sekarang (Hic et nunc)

Gambaran kehidupan di masa depan dan masa lalu seringkali mengganggu kita dalam menjalani hidup. Terlalu berfokusnya kita terhadap masa lalu akan menghasilkan hidup yang traumatik dan penuh kenangan, sebaliknya hidup yang berfokus pada masa depan akan menghasilkan kecemasan dan angan-angan. Dengan terlalu berfokusnya kita pada masa lalu dan masa depan, kita lupa bahwa ada masa sekarang (kekinian) yang harus kita hidupi. Apa yang akan terjadi pada hidup kita di masa depan akan ditentukan dengan bagaimana kita hidup dalam ‘kekinian’. Kini dan sekarang. Hidup dalam kekinian dan menikmati semua proses yang kini sedang kita alami merupakan hal yang menentukan akan jadi seperti apa kita di masa depan. Bukankah kita mengatur atau merencanakan masa depan kita di waktu sekarang?

Berbagi

Seorang filsuf pernah mengatakan bahwa kebahagiaan akan menjadi nyata jika hal tersebut dibagikan kepada orang lain.  Manusia adalah makhluk yang sejatinya diciptakan untuk berbagi, hal ini kemudian menjadi salah satu cara untuk melakukan komunikasi sosial. Kehidupan yang semakin egois membuat manusia jauh dari hidup yang berbagi, membuat manusia lebih mencintai diri dan materi yang dimilikinya sendiri tanpa mau melihat orang lain yang membutuhkan. Materi seperti uang dianggap sebagai suatu hal yang sangat penting. Namun ada beberapa juga yang menganggap materi (uang) sebagai penghalang untuk mencapai kebahagiaan. Benarkah demikian? Michael Norton, salah seorang peneliti dalam penelitiannya menemukan bahwa uang merupakan salah satu indikator kebahagiaan HANYA jika uang tersebut tidak kita gunakan untuk diri kita sendiri tapi berbagi dengan orang lain. Penelitian ini kemudian menunjukan bahwa sifat sosial manusia adalah berbagi. Sudahkah anda berbagi?

Mengalami kemunduran

Banyak manusia yang berpikir bahwa mereka harus menjalani hidup dengan kehidupan yang bergerak maju dan harus selalu berhasil karena hal tersebut membuat mereka bahagia. Mengalami keberhasilan dan terus maju adalah indikator buat mereka yang menganut paham ini. Namun, hidup tidak saja berbicara tentang keberhasilan, ada waktu dimana kita harus merenungkan dan mundur beberapa langkah ke belakang untuk melihat apa yang sebenarnya sedang terjadi dalam hidup kita. Sikap untuk mundur beberapa langkah kebelakang dalam hidup akan membuat kita melihat bahwa hidup itu indah, mungkin dalam masa-masa ini kita akan membandingkan diri kita dengan orang lain yang hidupnya penuh dengan progress, tapi ini adalah hidup kita sendiri dan bukan hidup orang lain. saya membayangkan bahwa ketika mengalami kemunduran atau kita harus mengambil langkah mundur ke belakang itu sama seperti ketika ada seorang anak yang pergi melihat pameran lukisan di gallery, anak ini kemudian melihat lukisan pemandangan dengan jarak yang terlalu dekat, karena terlalu dekat dengan lukisan, anak tersebut tidak bisa menikmati keindahan lukisan ini, maka dia memutuskan untuk  mengambil langkah mundur sehingga seketika itu juga ia bisa melihat lukisan pemandangan tersebut lengkap beserta dengan tiap detil ukiran bingkainya. Anak tersebut menikmati lukisan itu. Mengalami kemunduran dalam hidup bukan sesuatu yang buruk, hal tersebut akan membantu kita melihat grand design hidup yang sedang kita jalani.

Empati

Empati mengandung arti kepekaan yang mendalam terhadap apa yang sedang dirasakan orang lain. Dalam dunia yang terkadang lebih mengutamakan prasangka, empati sepertinya tidak bisa mendapat ruang dalam budi manusia. Ruang untuk empati sebagai salah satu sifat dasar makhluk sosial sudah ditempati dengan prasangka, hal ini kemudian yang mengakibatkan hilangnya keinginan untuk berbagi. Berbagi suka maupun duka. Proses komunikasi yang bersifat empati dan mendalam menjadi kian langka karena tumbuh suburnya benih prasangka dalam relasi antar manusia. Jika rasa empati hilang akankah kita menjadi manusia yang berbahagia?

Referensi:

Jung, C. G. (1986) Menjadi diri sendiri: Pendekatan psikologi analitis. Jakarta: Gramedia


[1] Disampaikan dalam Kelompok Diskusi Interdisipliner, 7 Desember 2012

[2] Mahasiswa Psikologi UKSW angkatan 2006

4 thoughts on “Merenungi kebahagiaan sejati

  1. Hi…saya menemukan blogmu dari blog nya Mbak Esterlianawaty…
    Kebetulan juga saya sedang mencari artikel atau ulasan mengenai SWB.. dan saya kesulitan mendapatkan balasan dari Mbak Ester. Apakah saya bantu saya bila ada artikel atau jurnal mengenai SWB? Please send me… ^^ Thanks… GBU

  2. Hallo Voltaa.. seneng baca tulisan2 Volta. Aku mau nanya.. aku percaya seperti yg Tuhan bilang.. kita akan berbahagia apabila melakukan perintahNya. Menurut Volta hubungan dengan artikel ini gimana?
    Thank you…

  3. well, faktanya kita tidak selalu bahagia mengikuti perintah Tuhan. Karena ketika melakukan perinta Tuhan, tidak jarang hal tersebut bertentangan dengan harapan manusiawi kita dan keinginan daging kita. Gesekan ini membuat kita tidak bahagia. Kita mungkin akan mengalami kemunduran secara iman, pergumulan yang berat dan kehilangan harapan. Bagi saya mengikut Tuhan berarti Taat dan beriman bahwa sekalipun kita tidak bahagia (melalui ukuran bahagia manusia) namun kita akan bahagia di dalam lindunganNya.

Leave a comment